Rabu, 21 Juli 2010

Bukan “mas-mas”

Pas tahun 96, saat penerimaan mahasiswa baru, saya yg senior ikutan acara ospek di kampus. Bertugas sebagai PJS (Petugas Jaga Harian) dari sebuah kelompok mahasiswa baru. Saat itu ada seorang cama (calon mahasiswa) protes kepada senior yang lain, bahwa kelompoknya punya pjs tidak ada perempuannya. Kebetulan saya yang pegang kelompoknya. Waduh….saya dianggap laki-laki rupanya? Separah itukah tomboynya saya? senior yang lain jadi ramai, ada tertawa, ada juga yang sedih (khususnya teman – teman saya yg sudah berjilbab rapi, dan para ikhwan beneran tentunya).

“Tuh …kan, salah liat deh adik kita, besok – besok tomboynya kurangin deh lis” begitu salah satu ucapan yang sempat saya ingat.

Saat itu saya hanya menanggapi sengan tidak serius. Tapi lama kelamaan sempat jadi fikiran juga. Karena saya pernah baca (bahkan berkali – kali) tentang laknat Allah pada laki-laki yang menyerupai perempuan dan sebaliknya. Na udzubilah…., jangan sampai saya dilaknat oleh Allah, karena saya berpenampilan seperti laki – laki.

Setelah saya ingat – ingat memang saya berpenampilan seperti laki – laki, sepotong rok pun saya tidak punya (saat sekolah hanya rok seragam saja yang saya punya), rambut hampir selalu cepak, pakaian sehari – hari jeans belel, kaus panjang, kemeja panjang, atau pakai sweater (karena dulu bogor lumayan dingin dan sering hujan), sepatu keds, make up…, waduh boro – boro deh. Pake bedak sebatas bedak bayi, karena kulit saya agak sensitif (ga bisa pake bedak macem –macem), dan satu lagi yang ga pernah ketinggalan, saya selalu pakai topi. Entah kenapa, saya merasa nyaman dengan topi.

Selain bisa mengurangi wajah yang terpapar matahari, saya juga bisa bersembunyi untuk tidur saat dikendaraan umum. Kalao sudah begitu, tak jarang orang salah panggil ke saya. seperti saat saya pulang ke jakarta bersama ita teman saya sekelas, saya dipanggil mas sama pedagang asongan. Pernah juga saat ke mall dengan yuli (teman sekelas saya juga), kami bertemu dengan senior, eh….dikiranya kami lagi pacaran (ih….ngawur) pas deket baru dia ngeh bahwa yang dikira cowoknya yuli adalah saya ( cewek juga gitu loh).

Kejadian lainnya saat saya pulang kemaleman, diangkot saya ketemu sama ibu – ibu, yang ternyata memperhatikan saya cukup lama, mungkin karena saking penasarannya beliau bertanya sama saya.

“ maaf mba atau mas ya?” tanya beliau dengan sopan.

“ mba bu, saya perempuan,” jawab saya, sambil nyengir.

“oh….pantes, saya fikir laki – laki, hati – hati nak, sudah malem, sendirian ya?” tanya beliau lagi.

“ iya bu, sendirian, mau pulang ke rumah, baru pulang dari kuliah di bogor, tolong doakan ya bu, biar selamat sampe rumah” jawab saya. tak lama saya pun turun dari angkot.
_________
Hari yang lain

Berdiri berjejalan dalam bis kota sudah jadi pemandangan umum di kota besar. Saat ini di depan mata saya banyak penumpang pria yang sampai hati membiarkan seorang ibu kerepotan membawa dua anak kecil dengan posisi berdiri. Satu tangannya tetap berpegangan pada senderan kursi, sementara tangan yang lain memegang tangan anaknya. Tak tega melihatnya, dengan cepat saya berdiri untuk mempersilahkan ibu itu duduk. Dengan tidak berkata sepatahpun, saya hanya mencolek tangan ibu tersebut.

“Makasih ya mas…” ucapnya.

Waduh… kok dibilang mas, mau menjelaskan sepertinya ga penting deh, lagi pula sebentar lagi saya harus turun. Hanya sempat senyum saja, menanggapi ucapan termakasihnya. Kemudian saya turun di sebuh halte.

Sementara tujuan masih jauh, harus beberapa kali lagi menyambung angkot, dan terakhir naik ojek. Saya mulai mengamati penampilan diri sendiri kali ini, celana jeans belel gombrong yang sudah ada sobekan kecil di bagian tumitnya, sweater abu-abu, dengan kemeja putih garis-garis didalamnya, plus tak ketinggalan topi pet jeans (bergambar logo MTv), sepatu All star yang warnanya sudah tak jelas lagi. Mungkin penampilan ini yang jadi penyebab saya dipanggil mas oleh ibu tadi. Masa sih…tampang saya, tidak ada cewek-ceweknya banget.

Ah…biar sajalah…, selama saya tidak merugikan orang lain, kenapa pusing.
Mulai terasa agak haus, saya mencoba memanggil pedagang asongan di sekitar halte. Seorang bapak menghampiri.

“Mau beli apa toh mas? Rokok atau minum?” tanyanya
Duh…, dua kali dipanggil mas hari ini. Sambil nyengir saya jawab bapak itu

“Mau beli minum.” Jawab saya
“Adek ini perempuan apa laki?” tanyanya lagi, sambil menyerahkan sebotol minumam dingin pada saya.

“Perempuan pak, memangnya kelihatannya saya seperti apa pak?” Tanya saya penuh selidik, sambil meneguk isi botol

“ Oh… walah…., saya kira laki-laki, lah wong rambutnya pendek, pake topi, badannya juga kaya laki, tapi saya penasaran denger suaranya kok kaya perempuan, makanya saya Tanya. Adek ini perempuan apa laki. Maaf ya dek, kalo saya tadi salah panggil” jelas bapak itu dengan malu-malu

“ ga apa pak, hari ini bapak orang kedua yang manggil saya ‘mas’, tadi di bis juga saya dipanggil mas.” Saya menjelaskan sambil nyengir garing.

Angkot yang ditunggu akhirnya kelihatan juga, dengan berbegas sayapun berdiri, siap-siap menyetop angkot. Siang panas begini mana betah lama-lama nongkrong di halte Cililitan. Goshong booo..

“ Ayo..mas, masih kosong…, centex…centex…., klapadua –klapadua.” Teriak supir angkot sambil melambaikan tangannya ke arah saya.

What…. tiga kali dalam sehari saya dipanggil mas (kaya minum obat aja). Sekali lagi dipanggil mas, besok saya bakal pake kaus dengan tulisan ‘100% wanita tulen’.

1 komentar:

  1. nah..tuh...,semoga aja Iffa nggak super suek kaya Ibunya..he...he....guawat...

    BalasHapus