Rabu, 28 Juli 2010

Do’a Nadin untuk Umi

Tahun 2004 yang lalu, mba susi (kakak saya) pernah menderita depresi yang lumayan parah. Sering kali mba susi jatuh pingsan dengan tiba -tiba, atau otot mulutnya mendadak kaku, sampai – sampai tidak bias berkata – kata, bahkan pernah juga tangan kakinya kaku, tidak bisa digerakkan. Biasanya hal itu terjadi jika beban fikirannya terlalu berat untuk ditanggung sendiri.

Seperti biasanya, mama saya yang tinggal di Jeddah menelpon mba susi untuk menanyakan perihal ponakan kami tyas namanya (anak tertua dari kakak tertua kami) ribet ya? Intinya ibu saya menyalahkan mba susi atas laporan kami tentang polah tyas yang agak menghawatirkan. Isi pembicaraanya saya kurang tau pasti, yang jelas, mba susi mendadak diam seribu basa sehabis menerima telepon dari mama.

Saya coba menanyakan apa yang barusan mama bicarakan padanya, jawabannya hanya gelengan kepala yang saya dapatkan. Akhirnya saya melanjutkan aktifitas membaca yang sempat terhenti, karena saya berfikir, jika saatnya tiba pastinya mba susi akan membicarakan pada saya, karena selama ini kami berdua sering curhat masalah apapun.
Beberapa hari setelah kejadian itu, mba susi kelihatan sangat murung, saya belum juga diajaknya bicara tentang masalah yang sedang membuat hatinya galau.

Saya coba memaksanya, alhasil malah tangisnya tiba –tiba pecah. Kemudian jatuh terkulai dalam posisi duduk, saya mencoba mengangkatnya, sambil berteriak minta bantuan rus (suaminya). Setelah tubuh mba susi digotong ke kasur, bukannya berangsur membaik, malah makin parah. Kali ini mba susi mulai berteriak memanggil mama, sambil terus menangis. Saya makin bingung, bukan hanya saya, anak mba susi (nadin 6 tahun) juga ikut panic. Akhirnya kak rus (abinya nadin) menenangkan kami semua, sambil terus bertilawah. Alhamdulillah kondisi agak membaik. Kak rus tak lupa juga menyuruh nadin untuk ikut mendoakan uminya agar lekas sembuh.

“ nadin ayo doain umi biar cepet sembuh, doa apa aja yang nadin bisa.”

Mendengar omongan abinya nadin langsung ikut berdoa dengan sepenuh hati. Nadin bergeser lebih mendekat pada uminya, sambil mengangkat kedua tangannya, nadin pun memejamkan kedua matanya, mungkin supaya lebih khusyu,
dan nadinpun mulai berdoa

“Bissmillahirohmaanirohiim…,

Alhamdulillah (dalam hati, saya berkata), anak sekecil ini sudah bisa mendoakan uminya, moga Allah mendengarkan dan mengabulkan doanya.

Kemudian nadin melanjutkan lagi doanya

“Allahuma bariklanaa, fima rozaqtanaa waqina adzabannaar, amiin” selesai membaca doa nadin dengan tetap serius dan khusyu mengusap wajahnya.

waduh kok doa makan?

Kami semua yang mendengar doa nadin tanpa dikomando jadi tertawa, Saya mau ngakak tapi ditahan, ga enak ada yang sakit.

“Ya Allah… nadin, masa doain umi pake doa mau makan?” Tanya abinya. Yang ditanya tidak mengerti mengapa kami semua tertawa mendengar do’a nadin.

“ Memangnya ga boleh bi?”

“ Kata abi, doa apa aja yang nadin bisa, ya…, itu doa yang nadin bisa.” Jawabnya masih memasang wajah bingung.

“ Ya sudah, kalau begitu pakai bahasa nadin aja deh, doanya” jawab kak rus.
Mba susi yang sudah agak baikan juga ikut tersenyum mendengar do’a nadin, ternyata doanya ampuh juga, mba susi berangsur baikan.

Ya…Allah, dalam kesulitan masih diselipkan keculuan tingkah nadin. Moga uminya cepet sembuh kalo nadin selalu membuat suasana jadi ceria.

Cikarang 11 February 2009, Tulisan ini untuk mba susi,
“jangan stress ya mba, liat nadin pasti ilang deh mumetnya”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar